-->

Arti “ Secukupnya” Pada Formula Shampoo Mobil

Tulisan ini pada awalnya akan ditujukan khusus untuk Sdri. Imejuly yang mengajukan pertanyaan tentang

arti kata “secukupnya” pada komposisi bahan penyusun shampoo mobil

, tepatnya pada artikel Formula paten untuk membuat shampoo mobil dan Cara mudah membuat shampoo mobil dengan busa berwarna.
Namun karena pada saat membuka email masuk ternyata cukup banyak pertanyaan serupa dengan pertanyaan yang diajukan Sdri. Imejuly tentang bagaimana

cara membuat shampoo mobil

, maka pada akhirnya saya putuskan untuk membuatnya menjadi postingan, tujuannya agar bisa dibaca oleh semua pengunjung blog Produksi Rumahan ini.

Untuk itu tidak ada salahnya jika saya mohon maaf kepada sdri. Imejuly.
Karena selain tidak jadi membuat tulisan yang “khususon” untuk menjawab pertanyaan beliaunya, juga – karena adanya urusan yang harus segera diselesaikan – jadi lambat responnya.

Tidak perlu panjang lebar, prakatanya cukup itu saja, sekarang langsung ke topik masalahnya : tentang

formula shampoo mobil.


Tapi yang pertama-tama adalah untuk menjawab pertanyaan sdri. Imejuly :

Apa yang dimaksud dengan kata “ secukupnya” pada formula shampoo mobil ?

Atau pertanyaan yang mirip adalah : “secukupnya” itu seberapa banyak ?
Bukankah “secukupnya” itu bisa beda-beda penafsiran bagi masing-masing orang ?
Bukankah dalam sebuah formulasi harusnya menyebutkan kuantitas / jumlah yang pasti ?
Atau yang sukanya minor, mungkin malah punya pikiran : “ Alaaaah……yang nulis artikel memang “PLt” alias pelit, tidak mau formula shampoo mobilnya diketahui komposisi bahan-bahan penyusunnya secara pasti…”

Sabar dulu bro and sis….
Kata “secukupnya” secara teknis memang terdapat dalam formulasi – baik pada formulasi farmasi ataupun dalam formulasi industri kimia – bahkan juga pada resep-resep masakan.

Kalau bro and sis buka-buka literatur asing yang membahas masalah formulasi, disitu pasti sering ditemui padanan kata “ secukupnya”, yaitu kata “qs”.
Konon, kata “secukupnya” memang merupakan terjemahan dari kata “qs”.
Dan kata “qs” sendiri konon pula berasal dari bahasa latin, yang merupakan singkatan dari quantum satus, atau quantum sufficit, atau quantum sutficit.

Dan arti kata qs alias quantum satus, alias quantum sufficit, alias quantum sutficit adalah…ya…itu tadi “secukupnya”.

Jadi bukan karena pelit ya ..bro and sis…
Tetapi mengapa harus ada jumlah “secukupnya” pada sebuah formulasi ?
( Dalam konteks disini adalah formulasi shampoo mobil)

Untuk menjawab pertanyaan ini, maka harus kembali lagi ke “etika”, eh…..kaidah penyusunan sebuah formula.

Sebuah formulasi, pada dasarnya disusun selain untuk mencapai hasil kinerja ( kualitas ) yang maksimal sesuai tujuan dan fungsinya, juga – hampir selalu pasti – mempertimbangkan faktor ekonomis, alias cost atau biaya.
Sayangnya, dalam sebuah formulasi – biasanya – hampir selalu ada sebuah atau bahkan beberapa buah bahan penyusun formula yang memiliki harga atau cost yang tinggi.
Karena itu, seorang formulator akan selalu berusaha menekan penggunaan bahan-bahan yang memiliki cost atau biaya tinggi.
Bahkan yang merupakan bahan aktif dalam sebuah formula sekalipun, akan diupayakan digunakan seminim mungkin, dengan catatan tidak kehilangan kinerja atau kualitas yang diinginkan.

Untuk bisa mendapatkan sebuah formula produk yang sesuai dengan yang diinginkan, seorang formulator biasanya akan melakukan uji coba – trial and error – hingga didapatkan sebuah produk dengan komposisi atau formula yang paling “pas” takarannya.
Sehingga, bahan-bahan penyusun sebuah formulasi yang bukan merupakan bahan aktif akan ditekan dan digunakan sesedikit mungkin.
Karena bahan-bahan yang ini sifatnya hanya sebagai “additive”, atau bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sebuah formulasi “hanya” untuk memperbaiki sifat-sifat produk yang dihasilkan atau menambah tampilan dan perfoma.

Jadi ketika bro and sis menemui sebuah formula yang mencantumkan jumlah “ secukupnya” untuk salah satu ( atau lebih) bahan, itu artinya memang benar-benar “secukupnya”, dalam arti sesuai selera yang membuat formula.
Sebab, seandainya bahan-bahan yang menggunakan jumlah “secukupnya” ini dihilangkan dari sebuah komposisi / formula, produk yang dihasilkan tetap dapat bekerja sesuai fungsi utamanya.
Meskipun produk tersebut mungkin menjadi kurang menarik – entah tampilannya, baunya atau performa kasat matanya.
Itu saja….

Dalam kasus formulasi / komposisi shampoo mobil.
Dengan tidak bermaksud untuk menggurui, mari kita bahas bersama-sama tentang cara menyusun formulasi sebuah shampoo mobil.

Secara prinsip, formulasi shampoo mobil pada dasarnya ( hampir ) sama dengan formulasi detergen – khususnya detergen cair.

Yang mana bro and sis sudah ketahui bahwa detergen berdasarkan bentuk fisiknya secara umum dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
1. Powder detergent atau detergen bubuk
2. Paste detergent atau detergen pasta, dan
3. Liquid detergent atau detergean cair.

( Sebaiknya bedakan dalam menyebut “detergen” dan “sabun”, sebab ada beberapa perbedaan disana )

Dan shampoo mobil sebenarnya bisa merupakan salah satu bagian dari detergen yang ketiga, detergen cair. Sebab pada kebanyakan detergen cair dan shampoo mobil pada formulasinya memiliki bahan penyusun dari jenis yang sama.

Secara mendasar bahan penyusun detergen ( dalam konteks ini – nantinya bisa diaplikasikan juga pada shampoo ) adalah :

I. Bahan penyusun detergen yang utama ( Bahan Primer), adalah :

1. Bahan aktif ( Active Agent ), yaitu bahan yang bersifat memberikan sifat “detergency”.
Dalam hal ini umumnya digunakan bahan dari golongan Surfactan.
Ada begitu banyak Surfactan. Dan yang umum digunakan untuk pembuatan detergen, misalnya : ABS, LABS, DDBS, SLS, Emal, Texapon, Teepol dan sebagainya.
Sebagai bahan aktif, Surfactan memiliki peran yang sangat vital dalam sebuah formula detergen. Namun demikian, jumlahnya tidak harus dominan.

Bahkan formulator detergen yang “ndakik”, akan berusaha memanipulasi jumlah pemakaian Surfactan ini tanpa kehilangan kinerja dan kualitas produk detergen yang dihasilkan.
Hal ini dikarenakan harga Surfactan memang relatif mahal.

Sebagai patokan umum untuk penggunaan jumlah surfactant dalam formulasi detergen adalah, semakin padat produk detergen akan semakin banyak jumlah surfactant yang dibutuhkan.

Jumlah surfactant pada detergen bubuk > jumlah surfactant pada detergen pasta > jumlah surfactant pada detergen cair.

Yang membedakan dalam penggunaan surfactant pada detergen dan shampoo adalah sifat “kekerasannya”.
Surfactant yang digunakan pada formulasi shampoo ( termasuk shampoo mobil ) umumnya lebih “lunak” dibandingkan dengan surfactant yang digunakan pada detergen umumnya.
“Lunak” disini dalam arti keasamannya.
Sebab golongan surfactant umumnya bersifat asam.
( Itulah sebabnya saat mencuci mobil, meski telah dishampoo, disarankan untuk tetap dibilas dan dilap hingga kering. Karena sebagai antisipasi adanya sisa asam yang tertinggal, sehingga mobil tidak cepat karatan ).

2. Bahan penetral ( Neutralizing Agent )
Surfactan yang digunakan pada detergen umumnya cenderung bersifat asam, karena itulah butuh bahan penetral.
Disamping untuk meningkatkan kinerja, juga agar produk detergen yang dihasilkan “enak” dirasa pada tangan dan tidak korosif pada bahan.
Karena surfactan bersifat asam, maka bahan penetral yang digunakan adalah yang bersifat basa. Meski tidak selalu, golongan basa yang digunakan sebagai bahan penetral surfactant dalam detergen biasanya adalah basa lemah.
Yang paling umum dan cukup murah misalnya Soda Abu ( Soda Ash ).
Semakin banyak surfactant yang digunakan dalam formula detergen maka akan semakin banyak pula bahan penetral yang harus digunakan.
Itu artinya – secara umum – powder detergen membutuhkan lebih banyak bahan penetral dibandingkan detergen pasta dan detergen cair ( atau shampoo mobil ) .
Terlebih lagi jika bahan penetral ini – umumnya Soda Ash – difungsikan sebagai bahan pembersih dan bahan pengisi, maka jumlah bisa menjadi sangat dominan dalam sebuah formulasi detergen, bisa mencapai 70 % atau malah lebih.

3. Bahan Pembersih ( Cleaning Agent ).
Bahan Pembersih ( Cleaning Agent ) yang paling banyak dan paling umum digunakan – juga cukup ampuh daya kerjanya – dalam formulasi detergen adalah dari golongan Phosphat, misalnya TSP, STTP dan sejenisnya.
Pada detergen powder yang murah, Soda Ash selain digunakan sebagai bahan penetral juga difungsi gandakan sebagai bahan pengisi dan bahan pembersih.
( Itulah sebabnya detergen powder yang murah biasanya terasa agak panas di tangan ).

Dengan ketiga bahan primer tersebut diatas - jika dikomposisikan - sebenarnya sudah bisa jadi sebuah produk detergen.
Dalam kasus pembuatan shampoo mobil ( atau detergen cair), maka tinggal ditambahkan air dengan jumlah yang dominan.

II. Bahan Additif ( bahan penyusun Sekunder)
Bahan additive atau bahan tambahan pada formulasi detergen digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat, kinerja dan performa produk yang dihasilkan.
Bahan additive untuk detergen, misalnya :
- Anti redeposition agent ( missal CMC )
- Sun Dry Builder ( misal Sodium Sulfat )
- Foam Booster
- Oxygen Scavenger ( misal senyawa kromat, senyawa sulfit, EDTA )
- Bahan pengisi ( misal Soda Ash )
- Bahan pelunak ( misal Gliserin )
- Bahan pewarna
- Bahan pengharum / parfum
- Dan sebagainya

Prosentase bahan sekunder ini dalam formulasi umumnya sangat rendah, ( karena harganya juga lumayan mahal ) terkecuali yang berfungsi ganda ( misal sodium sulfat ).
Detergen yang dalam formulanya terkandung bahan penyusun sekunder ini, secara umum memiliki kinerja dan kualitas yang lebih bagus dibandingkan dengan yang hanya terdiri dari bahan penyusun primer.

Nah, sekarang panduan dasar di atas dikontek-kan dengan penyusunan formulasi shampoo mobil. Formulasi shampoo mobil pada dasarnya serupa dengan formulasi detergen cair.

Artinya pada formula shampoo mobil bahan penyusun yang dominan umumnya adalah air.
Sisanya adalah kedua golongan bahan penyusun di atas.

Hanya saja pada shampoo mobil, surfactant yang digunakan dipilih yang memiliki sifat yang lebih “lunak”, misal Texapon.
Jumlah prosentasenya pun umumnya rendah.
Umumnya prosentase surfactant tidak lebih dari 15 % berat ( terkecuali digunakan surfactant yang berbentuk cair, Teepol misalnya ).

Demikian halnya dengan bahan penetral, digunakan yang lunak dan prosentasenya juga rendah. Bahan pembersih ( cleaning agent ) juga rendah prosentasenya.
Surfactan dan beberapa bahan penetral juga memiliki fungsi ganda sebagai pembersih.

( Biasanya orang sudah “marem” alias mantap jika melihat mobilnya dicuci dengan shampoo mobil yang berbusa banyak.
Asumsinya : makin banyak busa makin bersih. Meski hal ini sebenarnya salah kaprah – busa banyak tidak selalu bersih ).

Karena prosentase bahan aktifnya saja sudah rendah, maka jumlah bahan additivenya otomatis lebih rendah lagi prosentasenya.

Khususon untuk sdri. Imejuly,
Pada artikel pembuatan shampoo mobil yang disebut diatas, memang cukup banyak bahan penyusun yang dalam komposisi shampoonya tertulis “secukupnya”.
Itu artinya sis, jumlah yang ditambahkan bisa sesuai selera, tergantung sifat mana yang akan ditonjolkan.
Misal, jika ingin lebih wangi, tambah lebih banyak parfum.
Jika ingin lebih menarik perhatian, tambahkan lebih banyak bahan pewarna. Dan seterusnya.

Sebagai patokan sederhana kata “ secukupnya” atau “qs” dalam sebuah formulasi bisanya jumlahnya hanya beberapa tetes, ( 1 hingga 5 tetes ) atau beberapa ml atau beberapa mg.
Umumnya secukupnya atau qs prosentasenya tidak lebih besar dari 2 % dari prosentase total.

Misal :
Untuk pewarna = 1 – 5 tetes
Parfum = 1 – 5 tetes.
Dan seterusnya.

Untuk bahan lain lakukan hal yang serupa selama tidak lebih dari 2 % berat.
( Jika masih agak bingung, mulailah dengan sebanyak masing-masing 0,5 % berat, kemudian naikkan atau turunkan dengan melihat hasilnya ).

Ini benar-benar murni trial and error. Tergantung sifat mana yang akan ditonjolkan.
Tidak akan ada kesalahan dalam penambahan jumlahnya.
Hal umum yang menjadi pertimbangan biasanya “hanyalah” masalah cost alias biaya. Sebab bahan-bahan additive ini biasanya lebih mahal harganya.

Begitu jawaban saya atas pertanyaan sdr. Imejuly yang bertanya tentang arti “secukupnya” pada formulasi shampoo mobil.

Atau jika penjelasan di atas belum cukup memuaskan, sdri silahkan email saya lagi. Insya Allah saya akan jawab sesuai pengetahuan dan kemampuan saya.
Matur suwun…tabik….wassalam.

Sedikit tambahan :
Untuk shampoo atau detergen cair yang murah / ekonomis, Teepol sangat patut dipertimbangkan untuk digunakan sebagai bahan aktif.
Selain harganya yang sangat murah, kinerjanya yang bagus, “material handling” dan penanganan prosesnya juga relative mudah.
Satu hal yang kurang disukai dari Teepol adalah baunya.
Teeepol memiliki “bau rumah sakit”yang cukup kuat. Sehingga penggunaan Teepol kadang dibaui sebagai disinfectan.
Itulah sebabnya penggunaan Teepol akan lebih cocok jika dilabeli dengan “ sabun kesehatan”. Namun demikian, bau Teepol ini masih tetap bisa “diakali” atau dimanipulasi dengan penggunaan parfum.

You may like these posts

  1. nice info sangat menambah pengetahuan

    apa itu search engine optimization